...seandainya ibubapamu marah padamu kerana kesilapan yang dilakukan olehmu, maka marahnya ibubapamu adalah bagaikan baja bagi tanam tanaman....

Friday, December 9, 2011

BICARA TENTANG HAJI..

Haji itu amalan teramat mulia. Jamaah yang sedang menunaikan haji disebut sebagai tetamu Allah dan apa saja yang mereka doakan pada Allah SWT mudah diperkenankan. Dari Ibnu Umar, Nabi SAW bersabda,
الْغَازِى فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَالْحَاجُّ وَالْمُعْتَمِرُ وَفْدُ اللَّهِ دَعَاهُمْ فَأَجَابُوهُ وَسَأَلُوهُ فَأَعْطَاهُمْ
“Orang yang berperang di jalan Allah, orang yang berhaji serta berumrah adalah tamu-tamu Allah. Allah memanggil mereka, mereka pun memenuhi panggilan. Sebab itu, jika mereka meminta kepada Allah pasti akan Allah perkenan” (HR. Ibnu Majah no 2893. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Amalan haji adalah amalan yang paling afdal. Dari Abu Hurairah RA, ia berkata,
سُئِلَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - أَىُّ الأَعْمَالِ أَفْضَلُ قَالَ « إِيمَانٌ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ » . قِيلَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ « جِهَادٌ فِى سَبِيلِ اللَّهِ » . قِيلَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ « حَجٌّ مَبْرُورٌ »
“Nabi SAW ditanya, “Amalan apa yang paling afdal?” Beliau SAW menjawab, “Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.” Ada yang bertanya lagi, “Kemudian apa lagi?” Beliau SAW menjawab, “Jihad di jalan Allah.” Ada yang bertanya kembali, “Kemudian apa lagi?” “Haji mabrur”, jawab Nabi SAW.” (HR. Bukhari no. 1519)

Dan haji juga termasuk jihad. Dari ‘Aisyah ummul Mukminin RA, ia berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ ، نَرَى الْجِهَادَ أَفْضَلَ الْعَمَلِ ، أَفَلاَ نُجَاهِدُ قَالَ « لاَ ، لَكِنَّ أَفْضَلَ الْجِهَادِ حَجٌّ مَبْرُورٌ »
“Wahai Rasulullah, kami memandang bahwa jihad adalah amalan yang paling afdal. Apakah berarti kami harus berjihad?“Tidak. Jihad yang paling utama adalah haji mabrur”, jawab Nabi SAW. (HR. Bukhari no. 1520)

Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah mengatakan, “Haji dan umrah termasuk jihad. Kerana dalam amalan tersebut seseorang berjihad dengan harta, jiwa dan badan. Sebagaimana Abusy Sya’tsa’ berkata, ‘Aku telah memperhatikan pada amalan-amalan kebaikan. Dalam shalat, terdapat jihad dengan badan, tidak dengan harta. Begitu halnya pula dengan puasa. Sedangkan dalam haji, terdapat jihad dengan harta dan badan. Ini menunjukkan bahwa amalan haji lebih afdal’.” (Lathoif Al Ma’arif, 403)

Balasan bagi haji mabrur adalah surga, ini sungguh balasan yang luar biasa. Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda,
وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ
“Dan haji mabrur tidak ada balasan yang utama baginya selain surga.” (HR. Bukhari no. 1773 dan Muslim no. 1349).

Apa itu Haji Mabrur?

Al Hasan Al Bashri rahimahullah mengatakan, “Haji mabrur itu jika ia pulang haji menjadi orang yang zuhud dengan dunia dan merindukan akhirat.”

Al Qurthubi rahimahullah menyimpulkan, “Haji mabrur adalah haji yang tidak dikotori oleh maksiat saat melaksanakan manasik dan tidak lagi gemar bermaksiat setelah pulang haji.” (Tafsir Al Qurthubi, 2/408)

An Nawawi rahimahullah berkata, “Pendapat paling kuat dan paling terkenal, haji mabrur adalah haji yang tidak ternodai oleh dosa, diambil dari kata-kata ‘birr’ yang bermakna ketaatan. Ada juga yang berpendapat bahwa haji mabrur adalah haji yang diterima. Di antara tanda diterimanya haji seseorang adalah adanya perubahan menuju yang lebih baik setelah pulang dari menunaikan haji dan tidak membiasakan diri melakukan berbagai maksiat. Ada pula yang mengatakan haji mabrur adalah haji yang tidak tercampuri unsur ria’. Ulama yang lain berpendapat bahwa haji mabrur adalah jika kembali dari menunaikan haji tidak lagi bermaksiat. Dua pendapat yang terakhir telah terangkum dalam pendapat-pendapat sebelumnya.” (Syarh Shahih Muslim, 9/118-119)

Demikianlah kriteria haji mabrur. Yang penting pada haji mabrur adalah haji tersebut dilakukan dengan ikhlas dan bukan atas dasar ria’, bukan ingin mencari pujian, bukan ingin disebut “Tuan Haji”.

Ikhlaslah dalam Ibadah

Dalam setiap ibadah kita diperintahkan untuk ikhlas menunainya. Kita diperintah beribadah untuk mengharap wajah Allah dan mengharap redho-Nya. Jika kita beribadah ingin mencari pujian, maka jadi sia-sialah ibadah tersebut. Termasuk di dalamnya menunaikan haji hanya ingin mencari gelar Tuan Haji, segala pengorbanan yang kita tumpahkan dari sisi biaya maupun tenaga, jadi tidak punya sebarang nilai. Perintah Allah untuk ikhlas sebagaimana dalam firman-Nya,
وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan solat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al Bayyinah: 5)

Allah mengetahui segala sesuatu yang ada dalam isi hati hambaNya apakah ia ikhlas ataukah ingin cari pujian di hadapan manusia dalam ibadahnya. Allah SWT berfirman,
قُلْ إِنْ تُخْفُوا مَا فِي صُدُورِكُمْ أَوْ تُبْدُوهُ يَعْلَمْهُ اللَّهُ
“Katakanlah: "Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu melahirkannya, pasti Allah mengetahui”." (QS. Ali Imran: 29)

Dalam ayat lainnya, Allah memperingatkan dari bahaya ria’ atau ingin cari pujian manusia dalam firman-Nya,
لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ
“Jika kamu mempersekutukan (Rabbmu), niscaya akan hapuslah amalmu.” (QS. Az Zumar: 65)

Dalam hadits Nabi SAW menjelaskan tentang sia-sialah amalan yang hanya ingin cari muka atau pujian manusia dalam sabdanya,
قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلاً أَشْرَكَ فِيهِ مَعِى غَيْرِى تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ
“Allah Tabaroka wa Ta’ala berfirman: Aku sama sekali tidak perlu pada sekutu dalam perbuatan syirik. Barangsiapa yang menyekutukan-Ku dengan selain-Ku, maka Aku akan meninggalkannya (maksudnya: tidak menerima amalannya) dan perbuatan syiriknya.” (HR. Muslim no. 2985).

Imam Nawawi mengatakan, “Makna hadits ini adalah bahwa Allah tidak peduli pada orang menyekutukan-Nya dalam ibadah dengan selain-Nya. Barangsiapa yang beramal yang dia tujukan untuk Allah dan juga untuk selain-Nya, maka Allah tidak akan menerima amalannya bahkan Allah akan meninggalkan dirinya jika ia bermaksud demikian. Amalan seseorang yang berbuat ria’ (tidak ikhlas), itu adalah amalan batil yang tidak berpahala apa-apa, bahkan ia akan mendapatkan dosa." (Syarh Shahih Muslim, 18/116).

Ertinya, siapa yang berhaji namun hanya ingin cari gelaran, maka amalannya boleh jadi sia-sia belaka. Ikhlaslah dalam beribadah pada Allah SWT. Abul Qosim berkata, “Ikhlas adalah membersihkan amalan dari komentar manusia.” (At Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur’an, 50-51)

Amalan soleh yang boleh disembunyikan lebih baik disembunyikan, tidak perlu seluruh dunia mengetahuinya dan tidak perlu ingin cari pujian orang. Nabi SAW bersabda,
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْعَبْدَ التَّقِىَّ الْغَنِىَّ الْخَفِىَّ
“Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang bertakwa, hamba yang hatinya selalu merasa cukup dan yang suka menyembunyikan amalannya.” (HR. Muslim no. 2965).

Basyr Al Hafiy mengatakan, “Tidak selayaknya orang-orang semisal kita menampakkan amalan solih walaupun hanya sebesar dzarah (semut kecil). Bagaimana lagi dengan amalan yang mudah terserang penyakit ria’?” Ibrahim An Nakho’i mengatakan, “Kami tidak suka menampakkan amalan solih yang seharusnya disembunyikan.” Sufyan bin ‘Uyainah mengatakan bahwa Abu Hazim berkata, “Sembunyikanlah amalan kebaikanmu sebagaimana engkau menyembunyikan amalan keburukanmu.” Al Fudhail bin ‘Iyadh mengatakan, “Sebaik-baik ilmu dan amal adalah sesuatu yang tidak ditunjukkan di hadapan manusia.” (Dinukil dari Ta’thirul Anfas min Haditsil Ikhlas).

Imam Al Ghazali mengatakan, “Yang tercela adalah apabila seseorang mencari pujian. Namun jika ia dipuji kerana kurnia Allah tanpa ia cari-cari, maka itu tidaklah tercela.”

Semoga Allah menganugerahkan kita sifat ikhlas dalam beribadah kepada-Nya dan menjauhkan kita dari penyakit ria’ yang dapat menghapus amalan.

[]

No comments: